Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena diproduksi di daerah rawa-rawa (habitat alami rumbia). Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri, walaupun secara ekonomis kurang menguntungkan (menyulitkan distribusi).
 
        
 Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan 
Irian. Hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan 
awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.
 Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya lebih banyak.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya lebih banyak.
 
             Jumlah curah hujan yang optimal
 bagi pertumbuhan sagu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun, yang tersebar 
merata sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m 
di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan 
sampai ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu 
berkisar antara 24,50 – 29oC dan suhu minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180 darajat BT, yang menerima energi
 cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di daerah dengan 
kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya
 adalah 60%.
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
Pengertian mengenai hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman sagu. Selain sagu, masih bnyak tanaman lain yang ditemukan dalam kawasan tersebut. Selain itu, dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu jenis sagu, tetapi terdapat beragam jenis sagu dan struktur tanaman.
ANALISIS EKONOMI INVESTASI BIOENERGI DARI SAGU
Analisis finansial budidaya sagu
Budidaya sagu yang dilengkapi dengan unit pengolahan pati sagu menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut.
  
MENGENAL JENIS-JENIS SAGU DI MALUKU

BBP2TP Ambon, Sagu (Metroxylo spp) adalah jenis tumbuhan palma penghasil bahan pangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan penduduk di beberapa daerah penghasil sagu, khususnya Kepulauan Maluku dan Papua. Hampir semua bagian tumbuhan sagu dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan karbohidrat non beras dan non pangan sebagai bahan baku bangunan, bahan baku industri, perabot rumah tangga, bahan bakar dan sebagainya. Sagu juga memiliki potensi ekologis dalam keberlangsungan keragaman hayati tropis yang dapat meng-eliminir pengaruh dampak perubahan iklim dan pemanasan global.
Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Penggolongan genus Metroxylon dan daerah agihan/sebaran mulai dari Thailand (Bagian Barat) sampai Santa Cruz (Bagian Timur) dan Mindanau (Bagian Utara) sampai Timor (Bagian Selatan). Sampai saat ini telah dikenal 11 genus dan 28 spesies palma serta 1 genus dan 2 spesies pakis penghasil pati dari pokok batang. Deinun (1948) membatasi genus Metroxylon sebagai penghasil pati atau tepung terbanyak. Secara taksonomi tumbuhan, sistimatika tumbuhan sagu (Metroxylon spp) adalah sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Arecales
Family : Palmae
Subfamili : Lepidocaroideae (Calamoideae)
Genus : Metroxylon
Spesies : Eumetroxylon spp.
Berdasarkan temuan di lapangan, maka di Maluku ditemukan 5 (lima) jenis sagu,yaitu yang tangkai daunnya berduri : M. rumphii Mart (sagu tuni), M. sylvestre Mart (sagu ihur), M. longispinum Mart (sagu makanaru), M. micracanthu Mart (sagu duri rotan). Yang tangai daunnya tidak berduri : M.sagus Rooth (sagu molat). Selain lima jenis ini, telah ditemukan pula di lapangan varietas-varietas baru seperti Molat putih, Molat merah dan Molat berduri. Munculnya berbagai spesies yang baru dimungkinkan karena sifat penyerbukan silang (cross over pollination). Sagu molat (M. sagus) sangat mudah dibedakan dengan empat jenis sagu lainnya, karena pelepah daunnya tidak berduri. Telah diteliti beberapa karakter fisik fase pohon yang mungkin membedakan masing-masing jenis sagu, hal ini menjadi penting karena banyak daerah menggunakan nama daerah.
1. Sagu Molat :
- Molat putih : pelepahnya licin, bersih, tidak terdapat garis-garis berwarna coklat kemerahan.
- Molat merah : pada pelepahnya terdapat garis lebar berwarna coklat kemerahan kekelabuan.
- Molat berduri : pada tingkat semaian terdapat duri-duri halus dan pada akhir tingkat semaian duri-durinya hilang.
2. Sagu Tuni : durinya teratur, warna duri coklat kekuningan, duri agak pendek dari ihur, kurang keras dan tidak lentur, warna empulur sebelum diparut putih/coklat pucat, sesudah diparut kuning pucat, warna pati basah putih-kuning pucat.
3. Sagu Ihur : durinya agak teratur berwarna coklat terang, lebih panjang dari tuni, lebih keras dan lentur, warna empulur sebelum diparut putih merah muda, sesudah diparut merah terang, warna pati basah merah terang.
4. Sagu Makanaru : durinya sangat tidak teratur.
5. Sagu Duri Rotan : bekas duri pada pohon dewasa terlihat sangat halus dan rapat.
Menurut Rumalatu (1981), hasil penelitian produksi pati kering per pohon untuk beberapa jenis sagu menunjukan bahwa produksi tertinggi adalah sagu tuni, kemudian sagu molat dan makanaru. Berdasarkan hal trrsebut diatas, maka BBP2TP Ambon bekerjasama dengan Universitas Pattimura melaksanakan Kegiatan Eksplorasi dan Uji Observasi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sebagai bahan untuk pendaftaran dan pelepasan varietas sagu molat.
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
Pengertian mengenai hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman sagu. Selain sagu, masih bnyak tanaman lain yang ditemukan dalam kawasan tersebut. Selain itu, dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu jenis sagu, tetapi terdapat beragam jenis sagu dan struktur tanaman.
ANALISIS EKONOMI INVESTASI BIOENERGI DARI SAGU
Analisis finansial budidaya sagu
Budidaya sagu yang dilengkapi dengan unit pengolahan pati sagu menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut.
- Luas lahan budidaya adalah 96 ha, yang terbagi dalam 6 blok tanam, masing-masing 16 ha.
- Populasi kebun 143 pohon/ha
- Jumlah bibit cadangan 30% dari total kebutuhan bibit
- Sagu mulai dipanen pada tahun ke 6, rotasi pemanenan 2 tahun dan berproduksi hingga tahun ke 25.
- Biaya tenaga kerja per hari Rp.20.000,-, atau Rp.600.000,- perbulan.
- Kebutuhan bibit siap tanam 13.728 bibit
- Produktivitas lahan adalah 50 batang sagu/ha/tahun setara dengan 10 ton sagu/ha/tahun.
- Harga jual pati sagu Rp.2.200,-/kg.
MENGENAL JENIS-JENIS SAGU DI MALUKU

BBP2TP Ambon, Sagu (Metroxylo spp) adalah jenis tumbuhan palma penghasil bahan pangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan penduduk di beberapa daerah penghasil sagu, khususnya Kepulauan Maluku dan Papua. Hampir semua bagian tumbuhan sagu dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan karbohidrat non beras dan non pangan sebagai bahan baku bangunan, bahan baku industri, perabot rumah tangga, bahan bakar dan sebagainya. Sagu juga memiliki potensi ekologis dalam keberlangsungan keragaman hayati tropis yang dapat meng-eliminir pengaruh dampak perubahan iklim dan pemanasan global.
Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Penggolongan genus Metroxylon dan daerah agihan/sebaran mulai dari Thailand (Bagian Barat) sampai Santa Cruz (Bagian Timur) dan Mindanau (Bagian Utara) sampai Timor (Bagian Selatan). Sampai saat ini telah dikenal 11 genus dan 28 spesies palma serta 1 genus dan 2 spesies pakis penghasil pati dari pokok batang. Deinun (1948) membatasi genus Metroxylon sebagai penghasil pati atau tepung terbanyak. Secara taksonomi tumbuhan, sistimatika tumbuhan sagu (Metroxylon spp) adalah sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Arecales
Family : Palmae
Subfamili : Lepidocaroideae (Calamoideae)
Genus : Metroxylon
Spesies : Eumetroxylon spp.
Berdasarkan temuan di lapangan, maka di Maluku ditemukan 5 (lima) jenis sagu,yaitu yang tangkai daunnya berduri : M. rumphii Mart (sagu tuni), M. sylvestre Mart (sagu ihur), M. longispinum Mart (sagu makanaru), M. micracanthu Mart (sagu duri rotan). Yang tangai daunnya tidak berduri : M.sagus Rooth (sagu molat). Selain lima jenis ini, telah ditemukan pula di lapangan varietas-varietas baru seperti Molat putih, Molat merah dan Molat berduri. Munculnya berbagai spesies yang baru dimungkinkan karena sifat penyerbukan silang (cross over pollination). Sagu molat (M. sagus) sangat mudah dibedakan dengan empat jenis sagu lainnya, karena pelepah daunnya tidak berduri. Telah diteliti beberapa karakter fisik fase pohon yang mungkin membedakan masing-masing jenis sagu, hal ini menjadi penting karena banyak daerah menggunakan nama daerah.
1. Sagu Molat :
- Molat putih : pelepahnya licin, bersih, tidak terdapat garis-garis berwarna coklat kemerahan.
- Molat merah : pada pelepahnya terdapat garis lebar berwarna coklat kemerahan kekelabuan.
- Molat berduri : pada tingkat semaian terdapat duri-duri halus dan pada akhir tingkat semaian duri-durinya hilang.
2. Sagu Tuni : durinya teratur, warna duri coklat kekuningan, duri agak pendek dari ihur, kurang keras dan tidak lentur, warna empulur sebelum diparut putih/coklat pucat, sesudah diparut kuning pucat, warna pati basah putih-kuning pucat.
3. Sagu Ihur : durinya agak teratur berwarna coklat terang, lebih panjang dari tuni, lebih keras dan lentur, warna empulur sebelum diparut putih merah muda, sesudah diparut merah terang, warna pati basah merah terang.
4. Sagu Makanaru : durinya sangat tidak teratur.
5. Sagu Duri Rotan : bekas duri pada pohon dewasa terlihat sangat halus dan rapat.
Menurut Rumalatu (1981), hasil penelitian produksi pati kering per pohon untuk beberapa jenis sagu menunjukan bahwa produksi tertinggi adalah sagu tuni, kemudian sagu molat dan makanaru. Berdasarkan hal trrsebut diatas, maka BBP2TP Ambon bekerjasama dengan Universitas Pattimura melaksanakan Kegiatan Eksplorasi dan Uji Observasi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sebagai bahan untuk pendaftaran dan pelepasan varietas sagu molat.
 
Maksih atas informasinya sangat bermanfaat manisan kolang kaling
BalasHapusassalammualaikum .
BalasHapusmbak izin bertanya : mengapa sagu dapat tumbuh di rawa rawa yag ber pH masam
Mau bertanya sedikit apa perbedaan sagu berduri dan tidak berduri di lihat tempat tumbuhnya
BalasHapus