Kamis, 16 Januari 2014

ROTAN





Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Puak Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Ke dalam puak ini termasuk pula marga Salacca ( misalnya salak), Metroxylon (misalnya rumbia/sagu), serta Pigafetta yang tidak memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan sebagai tumbuhan rotan.
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.
Sebagian besar rotan berasal dari hutan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia. Sisa pasar diisi dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh.
Rotan cepat tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini dianggap membantu menjaga kelestarian hutan, karena orang lebih suka memanen rotan daripada kayu.

Kegunaan


Kursi dari rotan.
Rotan yang umum dipergunakan dalam industri tidaklah terlalu banyak. Beberapa yang paling umum diperdagangkan adalah Manau, Batang, Tohiti, Mandola, Tabu-Tabu, Suti, Sega, Lambang, Blubuk, Jawa, Pahit, Kubu, Lacak, Slimit, Cacing, Semambu, serta Pulut.
Setelah dibersihkan dari pelepah yang berduri, rotan asalan harus diperlakukan untuk pengawetan dan terlindung dari jamur blue stain. Secara garis besar terdapat dua proses pengolahan bahan baku rotan: Pemasakan dengan minyak tanah untuk rotan berukuran sedang /besar dan Pengasapan dengan belerang untuk rotan berukuran kecil.
Selanjutnya rotan dapat diolah menjadi berbagai macam bahan baku, misalnya dibuat Peel (kupasan)/Sanded Peel, dipoles /semi-poles, dibuat core, fitrit atau star core. Adapun sentra industri kerajinan dan mebel rotan terbesar di indonesia terletak di cirebon.
Pemanfaatan rotan ( sp. Daemonorops Draco ) terutama adalah sebagai bahan baku mebel, misalnya kursi, meja tamu, serta rak buku. Rotan memiliki beberapa keunggulan daripada kayu, seperti ringan, kuat, elastis / mudah dibentuk, serta murah. Kelemahan utama rotan adalah gampang terkena kutu bubuk "Pin Hole".
Batang rotan juga dapat dibuat sebagai tongkat penyangga berjalan dan senjata. Berbagai perguruan panjak silat mengajarkan cara bertarung menggunakan batang rotan. Di beberapa tempat di asia tenggara, rotan dipakai sebagai alat pemukul dalam hukuman cambuk rota bagi pelaku tindakan kriminal tertentu.
Beberapa rotan mengeluarkan getah (resin) dari tangkai bunganya. Getah ini berwarna merah dan dikenal di perdagangan sebagai dragon's blood ("darah naga"). Resin ini dipakai untuk mewarnai biola atau sebagai meni.
Masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah memanfaatkan batang rotan muda sebagai komponen sayuran.


PRODUKSI ROTAN

Rotan mencapai dewasa atau masa tebang dari beberapa species secara umum pada usia 9 10 tahun setelah ditanam. Hasil rotan untuk Calamus trachycoleus diperoleh 1 3,5 ton/ha dari rotan hijau (Godoy dan Tan, 1989), 2,2 3,9 ton/ ha (Priasukmana, 1989), mencapai 7 ton/ha (Menon, 1980), angka-angka berikut merupakan indikator dapat dipercaya. Mengenai produksi rotan per hektar, produksi rotan species C. Caesius mencapai 3,5 ton/ha (Menon, 1980), 5 7,5 ton/ha rotan hijau (Tarjo, 1986) dan 2,3 3,1 ton/ha (Priasukmana, 1989).


PERDAGANGAN ROTAN

Distribusi perdagangan rotan skala internasional yang masih berkembang dalam perabot, lampit, dan barang barang manupaktur lainnya. Perdagangan luar negeri ini ditaksir sekitar US $ 4 milyar tiap tahunnya (World Resources Institute et al., 1985). Suatu perkiraan yang sangat konserpatif mengenai perdagangan dalam negeri total adalah US $ 2,5 milyar (Manokaran, 1990); ini mencakup nilai barang barang dalam pasar perkotaan dan perdagangan pedesaan., 0,7 milyar dari 5 milyar manusia di dunia menggunakan, atau terlibat dalam produk dan perdagangan rotan.
Dengan berkurangnya kawasan hutan mengakibatkan menyusutnya sumber daya dibeberapa negara penghasil rotan. Basis sumber daya pada beberapa negara penghasil sebagian dapat dilindungi dengan dilarangnya ekspor barang mentah atau barang baku, ini juga mendorong perluasan industri manufaktur domestik. Meningkatnya populasi dunia, yang diharapkan mencapai 8,2 milyar menjelang tahun 2025 (World Resources Institute & Internasional Institute for Environment and Development, 1988), diharapkan mendorong kebutuhan yang meningkat terhadap sumber daya rotan dan barang jadi.
Kegiatan penelitian, pengembangan dan budidaya, semakin menggembirakan/ meningkat selama dasawarsa terakhir dan kemungkinan besar akan terus meningkat lebih lanjut. Perdagangan/ niaga rotan tampaknya siap dan berlanjut untuk berkembang lebih baik secara domestik didalam negera penghasil rotan maupun secara global.

INDUSTRI ROTAN

Di luar negeri industri rotan dengan skala besar berada di Cina dan Filipina produknya berupa barang jadi, di Indonesia industri yang dikatakan cukup besar berada di Jawa Timur (Gresik) dan Jawa Barat (Cirebon) produknya sebagian besar berupa barang setengah jadi untuk dieksport.Dewasa ini industri kecil (home industri) semakin banyak lokasinya berada disekitar industri besar, bahan bakunya kebanyakan memanfaatkan rotan dari industri yang tidak layak di ekspor atau dari petani pemungut rotan, home industri tersebut mengasilkan berupa bahan setengah jadi dan barang jadi kemudian dipasarkan dalam negeri.
 

PENGELOLA ROTAN
Pemerintah melalui Departemen Kehutanan baik instansi pusat maupun Unit pelaksana Teknis (UPT) yang ada di daerah, Dinas Kehutanan, dinas terkait, BUMN, praktisi kehutanan serta masyarakat, dewasa ini sudah sama-sama melakukan yang terbaik dalam pengelolaan rotan yang ada di Indonesia, baik di kawasan hutan negara, areal perkebunan maupun hutan rakyat.
Kerusakan yang timbul akibat pengelolaan, itu akibat oknum yang tidak bertanggungjawab arogan yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Adapun pengelolaan rotan yang sudah dilakukan pada beberapa aspek antara lain :
1.Peraturan Perundang-undangan Pusat dan daerah tentang rotan
2.Penelitian dan Pengembangan rotan
3.Pembibitan rotan
4.Penanaman rotan
5.Pemeliharaan rotan
6.Pemungutan/ pemanenan rotan
7.Penggunaan dan pemanfaatan rotan
8.Pengawasan distribusi dan perdagangan rotan

BEBERAPA PRODUK TUMBUHAN MONOKOTIL (BAMBU)

Bambu ialah kumpulan bagi rumput-rumputan berbentuk pohon kayu atau perdu yang melengkung,  dengan batang-batangnya yang biasanya tegak, kadang-kadang menanjak, mengayu dan bercabang-cabang, dapat mencapai umur panjang dan pada lazimnya mati tanpa bunga.  Batang bambu terdiri dari buku dan ruas.  Pada salah satu sisi buku, muncul cabang yang beruas-ruas dan di antara ruas cabang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh buku cabang.  Pada salah satu buku cabang muncul ranting, demikian seterusnya sehingga tanaman bambu merupakan tegakan rumpun dengan batang-batang tegak, bagian ujung batang melengkung dan kiri-kanan muncul cabang pada buku berselang-seling yang dipenuhi oleh ranting dan daun

Asal Usul Bambu
Tanaman bambu banyak ditemukan di daerah tropik di Benua Asia, Afrika, dan Amerika. Namun, beberapa spesies ditemukan pula di Australia. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar. Penyebarannya meliputi wilayah Indoburma, India, Cina, dan Jepang. Daerah Indoburma dianggap sebagai daerah asal tanaman ini. Selain di daerah tropik, bambu juga menyebar ke daerah subtropik dan daerah beriklim sedang di dataran rendah sampai di dataran tinggi (Berlian & Rahayu, 1995). Di daerah hujan tropis, bambu tumbuh dalam kelompok. Ketika terjadi gangguan hutan alam, misalnya karena logging. Bambu semakin tersebar, misalnya jenis Phyllostachys ditemukan hampir di seluruh daerah Cina, Jepang, dan Taiwan. Budidaya bambu dilakukan di Indonesia, India, dan Bangladesh.

Manfaat Bambu 
Bambu termasuk dalam ordo Poales; family Poaceae; upa family Bambusoideae; superbangsa bambusodae; bangsa Bambuseae Di dunia ini bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat . Karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24 Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam.

Dalam bahasa Makassar, bambu disebut Bulo. Leluhur kita sudah sejak lama memanfaatkan bambu ini sebagai bahan bangunan mereka. Dalam istilah klasik suku makassar, bahkan bambu sudah lama dikenal. Terbukti dengan prinsip mereka diambil dari kata bambu yakni Abbulo sibatang (arti harpiahnya: berbatang bambu; dan maknanya adalah persatuan)  Bambu merupakan sumber bahan bangunan yang dapat diperbaharui dan banyak tersedia di Indonesia. Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli Indonesia.

Orang Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah, perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai "bahan milik kaum miskin yang cepat rusak".  Karenanya, pemanfaatan bambu harus diintegrasikan dengan upaya pelestarian agar bambu tetap tersedia dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik. Dengan pengelolaan bambu yang meliputi pembudidayaan, pengelolaan rumpun, dan pengembangan produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 JENIS JENIS BAMBU DI INDONESIA
          Jenis-jenis Bambu yang terdapat di Indonesia diperkirakan sekitar 159 spesies dari total 1.250 jenis bambu yang terdapat di dunia. Bahkan sekitar 88 jenis bambu yang ada di Indonesia merupakan tanaman endemik.
Bambu merupakan jenis rumput-rumputan yang dan beruas. Bambu merupakan anggota famili Poaceae yang terdiri atas 70 genus. Bambu termasuk jenis tanaman yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa jenis bambu mampu tumbuh hingga sepanjang 60 cm dalam sehari.
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur, dan eru ini. Diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88 diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia.
Berikut beberapa jenis (spesies) bambu yang ditemukan tumbuh di Indonesia.
  • Arundinaria japonica Sieb & Zuc ex Stend ditemukan di Jawa.
  • Bambusa arundinacea (Retz.) Wild. (Pring Ori) di Jawa dan Sulawesi.
  • Bambusa atra Lindl. (Loleba) di Maluku.
  • Bambusa balcooa Roxb. Di Jawa.
  • Bambusa blumeana Bl. ex Schul. f. (Bambu Duri) di Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
  • Bambusa glaucescens (Wild) Sieb ex Munro. (Bambu Pagar; Cendani) di Jawa.
  • Bambusa horsfieldii Munro. (Bambu Embong) di Jawa.
  • Bambusa maculata (Bambu Tutul; Pring Tutul) di Bali
    Bambu Tutul (Bambusa maculata)
    Bambu Tutul (Bambusa maculata)
  • Bambusa multiplex (Bambu Cendani; Mrengenani) di Jawa.
  • Bambusa polymorpha Munro. Di Jawa.
  • Bambusa tulda Munro. Di Jawa.
  • Bambusa tuldoides (Haur Hejo) di Jawa
  • Bambusa vulgaris Schard. (Awi Ampel; Haur Kuneng; Haur Hejo; Pring Kuning) di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. 
    Bambu Kuning (Bambusa vulgaris)
    Bambu Kuning (Bambusa vulgaris)
  • Dendrocalamus asper (Bambu Petung) di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi.
  • Dendrocalamus giganteus Munro. (Bambu Sembilang) di Jawa
  • Dendrocalamus strictur (Roxb) Ness. (Bambu Batu) di Jawa.
  • Dinochloa scandens (Bambu Cangkoreh; Kadalan) di Jawa.
  • Gigantochloa apus Kurz. (Bambu Apus; Bambu Tali) di Jawa. 
    Bambu Apus (Gigantochloa apus)
    Bambu Apus (Gigantochloa apus)
  • Gigantochloa atroviolacea (Bambu Hitam; Bambu Wulung; Gombong) di Jawa. 
    Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea)
    Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea)
  • Gigantochloa atter (Bambu Legi; Bambu Ater; Buluh; Jawa Benel; Awi Ater; Awi Kekes) di Jawa. 
    Bambu Legi (Gigantochloa atter)
    Bambu Legi (Gigantochloa atter)
  • Gigantochloa achmadii Widjaja. (buluh Apus) di Sumatera.
  • Gigantochloa hasskarliana (Bambu Lengka Tali) di Sumatera, Jawa, dan Bali.
  • Gigantochloa kuring (Awi Belang) di Jawa.
  • Gigantochloa levis (Blanco) Merr. (Bambu Suluk) di Kalimantan.
  • Gigantochloa manggong Widjaja. (Bambu Manggong) di Jawa.
  • Gigantochloa nigrocillata Kurz (Bambu Lengka; Bambu Terung; Bambu Bubat) di Jawa.
  • Gigantochloa pruriens (buluh Rengen) di Sumatera.
  • Gigantochloa psedoarundinaceae (Bambu Andong; Gambang Surat; Peri) di Jawa.
  • Gigantochloa ridleyi Holtum. (Tiyang Kaas) di Bali.
  • Gigantochloa robusta Kurz. (Bambu Mayan; Temen Serit) di Sumatera, Jawa, dan Bali.
  • Gigantochloa waryi Gamble (Buluh Dabo) di Sumatera
  • Gigantochloa verticillata (bambu Hitam)
  • Melocanna bacifera (Roxb) Kurz. Di Jawa.
  • Nastus elegantissimus (Hassk) Holt. (Bambu Eul-eul) di Jawa.
  • Phyllostachys aurea A&Ch. Riviera (Bambu Uncea; Bambu Buluh Kecil) di Jawa.
  • Schizotachyum blunei Ness. (Bambu Wuluh; Bambu Tamiang) di Jawa, Nusa Tenggara Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku
  • Schizotachyum brachycladum Kuez. (Bambu Buluh Besar; Buluh Nehe; Awi Buluh; Ute Watat; Tomula) di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku.
  • Schizotachyum candatum Backer ex Heyne (buluh Bungkok) di Sumatera.
  • Schizotachyum lima (Blanco) Merr. (Bambu Toi) di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Irian.
  • Schizotachyum longispiculata Kurz. (Bambu Jalur) di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
  • Schizotachyum zollingeri Stend. (Bambu Jala; Cakeutreuk; Bambu Lampar) di Sumatera dan Jawa.
  • Thryrsostachys siamensis Gamble. (Bambu Jepang) di Jawa.
     

    Bambu Menabung Air

    Bambu dan Air? Keduanya ternyata memiliki hubungan sangat erat. Di banyak negara, terutama di Asia dan Amerika Selatan, bambu sengaja ditanam untuk meningkatkan volume air tanah. Bahkan beberapa kasus di China, misalnya, memperlihatkan bila rumpun bambu seringkali menjadi sumber mata air baru. Bagaimana bisa? tanaman rata-rata menyerap 40–50% air hujan yang jatuh. Bambu? Ini jagonya, penyerapan air oleh bambu bisa mencapai 90%. Itu sebabnya masyarakat di Kolombia, Amerika Selatan memiliki ungkapan yang terus dipelihara dari generasi ke generasi
    - See more at: http://www.bebeja.com/bambu-menabung-air/#sthash.aVAumEeJ.dpuf

    Bambu Menabung Air

    Bambu dan Air? Keduanya ternyata memiliki hubungan sangat erat. Di banyak negara, terutama di Asia dan Amerika Selatan, bambu sengaja ditanam untuk meningkatkan volume air tanah. Bahkan beberapa kasus di China, misalnya, memperlihatkan bila rumpun bambu seringkali menjadi sumber mata air baru. Bagaimana bisa? tanaman rata-rata menyerap 40–50% air hujan yang jatuh. Bambu? Ini jagonya, penyerapan air oleh bambu bisa mencapai 90%. Itu sebabnya masyarakat di Kolombia, Amerika Selatan memiliki ungkapan yang terus dipelihara dari generasi ke generasi
    - See more at: http://www.bebeja.com/bambu-menabung-air/#sthash.aVAumEeJ.dpuf
     

BURUNG WALET


Burung walet merupakan burung yang hidup di daerah yang beriklim tropis lembab, dan merupakan burung pemakan serangga yang suka tinggal di dalam gua-gua dan rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang dan sampai gelap dan menggunakan langit-langitnya utk membangun sarang dan berkembang biak.
Burung walet dikelompokkan dalam 2 genus yaitu Aerodramus (9 spesies) dan Collocalia (2 spesies).  Dari 11 jenis hanya terdapat 3 spesies menghasilkan sarang yang bisa dimakan, yaitu Aerodramus fuciphagus, A. maximus, A. germani.
Nama walet memang sudah tidak asing di telinga setiap orang karena harga jual sarangnya yang tinggi. Satu kilogram sarang walet bisa dihargai 15-20 juta rupiah. Sarang walet dapat dijadikan salah satu komoditas ekspor yang bisa diandalkan. Ekspor sarang walet dari Indonesia masih lebih besar dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Filipina. Cina dan Hongkong merupakan konsumen tetap sarang burung walet dari Indonesia. Dari Hongkong, komoditas ini kemudian disebarkan ke Asia Tengah, Eropa, Afrika, hingga Amerika. Awalnya sarang walet diperoleh dari hasil tangkapan alam, yakni berasal dari gua-gua yang berada di dekat pantai. Perburuan sarang walet gua di Indonesia diperkirakan sudah berlangsung sejak tahun 1700-an. Dimulai dari gua Karangbolong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, lalu menyebar ke daerah lain seperti Gresik dan Tuban di Jawa Timur, serta Rembang, Tegal, Semarang, dan Lasem di Jawa Tengah. Perburuan paling intensif terjadi di sekitar pantai utara Pulau Jawa yang populasi penduduknya padat dan lokasi gua walet yang mudah dicapai. Akibatnya, ketersediaan sarang walet di alam semakin menipis. Selain karena perburuan liar, habitat walet juga terancam oleh adanya aktivitas penambangan yang dilakukan secara serampangan.
Banyaknya habitat yang rusak memaksa walet mencari tempat baru untuk berkembang biak. Salah satu tempat yang diincarnya adalah bangunan atau gedung-gedung kosong yang berlokasi di dataran rendah. Hal inilah yang kemudian mengilhami para pebisnis walet untuk membangun gedung kosong, dengan harapan ada kawanan walet yang menempati gedung tersebut. Namun, untuk memancing walet masuk ke gedung bukan perkara mudah. Perlu perlakuan khusus agar walet tergoda dan mau hinggap ke dalam gedung. Jika merasa nyaman, walet akan mengajak kelompoknya untuk berkembang biak di habitat buatan tersebut.
Empat keuntungan membudidayakan Walet :
1.      Lokasi budi daya lebih "aman" karena milik pribadi.
2.      Banyaknya sarang lebih bisa diperkirakan.
3.      Proses pemanenan lebih mudah dilakukan. Risikonya jauh lebih kecil
4.      Dibandingkan dengan mengambil sarang langsung dari alam. Kualitas panen yang dihasilkan jauh lebih baik daripada kualitas sarang hasil berburu di gua.
Taksonomi Walet
Bedasarkan taksonominya walet digolongkan sebagai berikut.
Kingdom         : Animalia
Fillum              : Chordata
Subfillum        : Vertebrata
Kelas               : Aves
Ordo                : Apodiformes
Familia            : Apodidae
Genus              : Collocalia
Spesies                        : Collocalia sp., Aerodramus sp.
 
MANFAAT SARANG WALET
  Burung Walet (Aerodramus fuciphagus) adalah burung kecil yang ditemukan di seluruh Asia Tenggara. Ukuran burung walat adalah 11 sampai 12 cm dan berat 15 sampai 18 gram.
Habitat burung walet dari daerah pantai ke pegunungan, hingga 2.800 meter di atas permukaan laut di Sumatra dan Kalimantan. Pola makannya terdiri dari serangga yang tertangkap di sayap. Daripada ranting dan jerami, burung walet membuat sarangnya dari untaian air liur sendiri yang bergetah, yang mengeras bila terkena udara.
Sup sarang walet adalah salah satu kelezatan masakan Cina. Nama Cina untuk sup sarang walet, yan wo (燕窝), diartikan secara harfiah sebagai “sarang walet”. Sup ini telah dikonsumsi di Cina selama lebih dari lebih dari 1000 tahun. Menurut Yun Cheung Kong, seorang profesor biokimia di Universitas Cina Hong Kong, sarang walet pertama kali diperdagangkan di Cina pada masa Dinasti T’ang (618-907 AD). Beberapa waktu antara tahun 1368 dan 1644, Laksamana Cheng He memperkenalkan sarang walet asing ke istana kaisar dari Dinasti Ming.
Sarang Walet dianggap memiliki berbagai nilai tonik dan medis. Secara tradisional, diyakini bahwa sarang walet dapat memperkuat paru-paru. Sejak ratusan tahun sarang walet dipakai dalam pengobatan secara Tradisional Chinese Medicine (TCM= Obat tradisional Cina). Konsumsi sarang walet ini juga dianjurkan untuk melengkapi perawatan lain untuk memerangi penyakit degeneratif seperti kanker dan juga untuk memulihkan kesehatan setelah sakit, atau operasi. Penelitian terbaru di Hong Kong menyarankan bahwa bahkan mungkin sarang walet berguna dalam pengobatan AIDS.
Manfaat sarang walet  antara lain menjaga kesegaran tubuh, meningkatkan vitalitas, obat awet muda, memelihara kecantikan dan menghambat kanker.

Berikut Manfaat-Manfaat Sarang Walet

Melancarkan sistem aliran darah
Melegakan pernafasan
Membetulkan sistem saraf
Memperbaiki sistem ginjal
Memutihkan, melicinkan paras wajah( baik lelaki dan wanita)
Menghilangkan kerutan di wajah
Menyegarkan mata
Melegakan asma
Membuang air dalam paru-paru ( paru-paru berair)
Mengobati hepatitis B
Meningkatkan IQ ( baik untuk orang dewasa dan anak-anak)
Mengobati batuk kronik
Anti-aging
Meningkatkan stamina

Dalam hal industri estetika, penelitian menunjukkan bahwa sarang walet mengandung dosis tinggi Epidermal Growth Factor (EGF). Saat ini EGF digunakan dalam industri kosmetik untuk pemutih kulit, mengurangi kerutan dan mencegah penuaan dini. EGF diketahui mampu menembus ke dalam kulit dermis untuk merangsang pertumbuhan sel baru, menggantikan sel yang sudah tua / rusak, dan mengontrol pertumbuhan sel kulit. Semakin banyak kosmetik yang menggunakan sarang walet sebagai bahan dalam produk mereka. Masker, Pelembab Wajah, Krim Mata adalah sekian dari produk kecantikan saat ini yang tersedia di pasar yang mengandung sarang walet.

JENIS JENIS SARANG WALET

 

Sarang Putih

Ini adalah produk terlaris dan paling disukai di pasar. Waktu panen sarang ini 3-4 kali setahun.

Sarang Merah

Sarang ini memiliki warna merah yang unik (merah darah), jenis yang sangat langka. Biasanya memiliki tubuh tebal. Waktu panen untuk jenis sarang hanya 1-2 kali setahun.

Sarang Kuning/Emas/Oranye

Jenis ini hampir sama dengan Red Nest (sarang warna merah), dan sangat langka. Namun, lebih lembut dibandingkan dengan sarang warna merah. Sarang ini memiliki warna oranye dan kuning.
  
Potensi Ekonomi Walet
  • Harga pasar gelap Rp5 juta per kg.
  •  Harga resmi bisa mencapai Rp37 juta per kg.
  •  Potensi ekspor sarang burung walet diperkirakan bisa mencapai Rp6 triliun.
  •  Potensi ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai 200 ton per tahun. Sedangkan produksinya bisa mencapai 400 ton per tahun.
  • Walet produk Indonesia hampir 90% nya untuk kebutuhan ekspor.
  • Konsumen terbesar SBW adalah China, sekitar 60%-70 % ekspor Indonesia diserap oleh China
  •  Harga rata-rata kisaran sarang walet mentah sebelum proses sekitar US$ 1500. Tetapi setelah diproses bisa mencapai US$ 2.500 bahkan lebih.

Rabu, 15 Januari 2014

DAMAR

POHON DAMAR (Agathis dammara (Lamb.) Rich.) adalah sejenis pohon anggota tumbuhan runjung (Gymnospermae) yang merupakan tumbuhan asli Indonesia. Damar menyebar di Maluku, Sulawesi, hingga ke Filipina (Palawan dan Samar). Di Jawa, tumbuhan ini dibudidayakan untuk diambil getah atau hars-nya. Getah damar ini diolah untuk dijadikan kopal.

Damar teristimewa ditanam untuk diambil resinnya, yang diolah menjadi kopal. Resin ini adalah getah yang keluar tatkala kulit (pepagan) atau kayu damar dilukai. Getah akan mengalir keluar dan membeku setelah kena udara beberapa waktu lamanya. Lama-kelamaan getah ini akan mengeras dan dapat dipanen; yang dikenal sebagai kopal sadapan. Getah juga diperoleh dari deposit damar yang terbentuk dari luka-luka alami, di atas atau di bawah tanah; jenis yang ini disebut kopal galian.[3]
Pada masa lalu resin damar terutama dihasilkan dari tegakan-tegakan alam di Maluku dan Sulawesi[3]. Kini kopal juga dihasilkan dari hutan-hutan tanaman Perhutani di Jawa.
Pohon damar sebagai penghias taman
Kayu damar berwarna keputih-putihan, tidak awet, dan tidak seberapa kuat. Di Bogor dan di Sulawesi Utara, kayu ini hanya dimanfaatkan sebagai papan yang digunakan di bawah atap.[3] Kerapatan kayunya berkisar antara 380–660 kg/m³.[2] Kayu damar diperdagangkan di Indonesia dengan nama kayu agatis.
Pohon damar juga disukai sebagai tumbuhan peneduh taman dan tepi jalan (misalnya di sepanjang Jalan Dago, Bandung). Tajuknya tegak meninggi dengan percabangan yang tidak terlalu lebar.



SAGU

Sagu adalah tepung atau olahannya yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia atau "pohon sagu" (Metroxylon sago Rottb.). Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka sehingga namanya sering kali dipertukarkan, meskipun kedua tepung ini berbeda.
Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena diproduksi di daerah rawa-rawa (habitat alami rumbia). Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri, walaupun secara ekonomis kurang menguntungkan (menyulitkan distribusi).



 Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia. Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
            Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan karbohidratnya lebih banyak.

    SYARAT TUMBUH 
                  Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50 – 29oC dan suhu minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180 darajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%.
                Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
                Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
                Pengertian mengenai hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman sagu. Selain sagu, masih bnyak tanaman lain yang ditemukan dalam kawasan tersebut. Selain itu, dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu jenis sagu, tetapi terdapat beragam jenis sagu dan struktur tanaman.

     ANALISIS EKONOMI INVESTASI BIOENERGI DARI SAGU
        Analisis finansial budidaya sagu
    Budidaya sagu yang dilengkapi dengan unit pengolahan pati sagu menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut.
    • Luas lahan budidaya adalah 96 ha, yang terbagi dalam 6 blok tanam, masing-masing 16 ha. 
    • Populasi kebun 143 pohon/ha
    • Jumlah bibit cadangan 30% dari total kebutuhan bibit
    • Sagu mulai dipanen pada tahun ke 6, rotasi pemanenan 2 tahun dan berproduksi hingga tahun ke 25.
    • Biaya tenaga kerja per hari Rp.20.000,-, atau Rp.600.000,- perbulan.
    • Kebutuhan bibit siap tanam 13.728 bibit
    • Produktivitas lahan adalah 50 batang sagu/ha/tahun setara dengan 10 ton sagu/ha/tahun.
    • Harga jual pati sagu Rp.2.200,-/kg.

     
    MENGENAL JENIS-JENIS SAGU DI MALUKU



    BBP2TP Ambon, Sagu (Metroxylo spp) adalah jenis tumbuhan palma penghasil bahan pangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan penduduk di beberapa daerah penghasil sagu, khususnya Kepulauan Maluku dan Papua. Hampir semua bagian tumbuhan sagu dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan karbohidrat non beras dan non pangan sebagai bahan baku bangunan, bahan baku industri, perabot rumah tangga, bahan bakar dan sebagainya. Sagu juga memiliki potensi ekologis dalam keberlangsungan keragaman hayati tropis yang dapat meng-eliminir pengaruh dampak perubahan iklim dan pemanasan global.

    Sagu diduga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Penggolongan genus Metroxylon dan daerah agihan/sebaran mulai dari Thailand (Bagian Barat) sampai Santa Cruz (Bagian Timur) dan Mindanau (Bagian Utara) sampai Timor (Bagian Selatan). Sampai saat ini telah dikenal 11 genus dan 28 spesies palma serta 1 genus dan 2 spesies pakis penghasil pati dari pokok batang. Deinun (1948) membatasi genus Metroxylon sebagai penghasil pati atau tepung terbanyak. Secara taksonomi tumbuhan, sistimatika tumbuhan sagu (Metroxylon spp) adalah sebagai berikut :

    Devisi             : Spermatophyta
    Kelas              : Angiospermae
    Subkelas         : Monocotyledonae
    Ordo               : Arecales
    Family             : Palmae
    Subfamili         : Lepidocaroideae (Calamoideae)
    Genus              : Metroxylon
    Spesies            : Eumetroxylon spp.

    Berdasarkan temuan di lapangan, maka di Maluku ditemukan 5 (lima) jenis sagu,yaitu yang tangkai daunnya berduri : M. rumphii Mart (sagu tuni), M. sylvestre Mart (sagu ihur), M. longispinum Mart (sagu makanaru), M. micracanthu Mart (sagu duri rotan). Yang tangai daunnya tidak berduri : M.sagus Rooth (sagu molat). Selain lima jenis ini, telah ditemukan pula di lapangan varietas-varietas baru seperti Molat putih, Molat merah dan Molat berduri. Munculnya berbagai spesies yang baru dimungkinkan karena sifat penyerbukan silang (cross over pollination). Sagu molat (M. sagus) sangat mudah dibedakan dengan empat jenis sagu lainnya, karena pelepah daunnya tidak berduri. Telah diteliti beberapa karakter fisik fase pohon yang mungkin membedakan masing-masing jenis sagu, hal ini menjadi penting karena banyak daerah menggunakan nama daerah.

    1.    Sagu Molat :

    -       Molat putih   : pelepahnya licin, bersih, tidak terdapat garis-garis berwarna coklat kemerahan.
    -       Molat merah  : pada pelepahnya terdapat garis lebar berwarna coklat kemerahan kekelabuan.
    -       Molat berduri : pada tingkat semaian terdapat duri-duri halus dan pada akhir tingkat semaian duri-durinya hilang.

    2.    Sagu Tuni  : durinya teratur, warna duri coklat kekuningan, duri agak pendek dari ihur, kurang keras dan tidak lentur, warna empulur sebelum diparut putih/coklat pucat, sesudah diparut kuning pucat, warna pati basah putih-kuning pucat.
    3.    Sagu Ihur  : durinya agak teratur berwarna coklat terang, lebih panjang dari tuni, lebih keras dan lentur, warna empulur sebelum diparut putih merah muda, sesudah diparut merah terang, warna pati basah merah terang.
    4.    Sagu Makanaru  : durinya sangat tidak teratur.
    5.    Sagu Duri Rotan : bekas duri pada pohon dewasa terlihat sangat halus dan rapat.


    Menurut Rumalatu (1981), hasil penelitian produksi pati kering per pohon untuk beberapa jenis sagu menunjukan bahwa produksi tertinggi adalah  sagu tuni, kemudian sagu molat dan makanaru. Berdasarkan hal trrsebut diatas, maka BBP2TP Ambon bekerjasama dengan Universitas Pattimura melaksanakan Kegiatan Eksplorasi dan Uji Observasi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sebagai bahan untuk pendaftaran dan pelepasan varietas sagu molat.